CEO (Chief Executive Officer) WorldCom, Bernard Ebbers |
Jakarta - CEO (Chief Executive Officer) WorldCom Bernard Ebbers akhirnya dinyatakan bersalah dalam skandal akuntansi terbesar dalam sejarah AS. Skandal akuntansi WorldCom yang merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di AS ini mencuat 3 tahun yang lalu dan sempat membuat Wall Street mengalami kejatuhan. Juri di Pengadilan Federal Manhattan seperti dilansir AP, Rabu (16/3/2005) menyatakan Ebbers bersalah atas 9 tuduhan termasuk kecurangan, konspirasi dan berbohong kepada regulator dengan ancaman hukuman hingga 85 tahun. Dengan keputusan ini, Ebbers (63 tahun) akan segera mendekam di penjara mulai 13 Juni mendatang. Keputusan Juri yang terdiri dari 7 wanita dan 5 pria ini diberikan setelah pertimbangan yang mendalam selama 8 hari. Setelah juri memberikan putusannya, Ebbers tertunduk lesu sementara istrinya Kristie langsung menangis di depan ruang sidang. Setelah berbicara dengan pengacara, kedua orang ini langsung keluar menyetop taksi dan pergi tanpa menghiraukan ratusan wartawan yang mencegatnya.
WorlCom merupakan perusahaan telekomunikasi yang menyediakan berbagai macam produk di seluruh dunia seperti data, Internet, komunikasi telepon, layanan telekonfrens melalui video, sampai penjualan kartu telepon prabayar untuk sambungan internasional. Perusahaan dengan kode saham Wcom di bursa Nasdaq ini memiliki 73.000 pegawai yang tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 8.300 di antaranya adalah pegawai yang tinggal di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Skandal WorldCom mencuat setelah perusahaan ini mengaku telah mengembungkan keuntungannya hingga US$ 3,9 milyar pada periode Januari 2001 dan Maret 2002. Pada tahun 2001 hingga awal 2002, WOrldCom memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi. Hal ini memungkinkan perusahaan tersebut menekan biaya selama bertahun-tahun. Dengan hilangnya pos biaya operasional ini, maka pos keuntungan menjadi lebih besar karena biaya yang seharusnya mengurangi keuntungan sudah diperkecil. Dengan keuntungan yang terlihat besar, maka akan menunjukkan bahwa kinerja WorldCom sangat bagus. Saham WorldCom yang dicatatkan di bursa tahun 1999 pada harga US$ 62, langsung anjlok 94 persen sejak Januari 2002 akibat mencuatnya skandal tersebut. Selain itu setelah perginya pendiri dan chief executive officer WorldCom, Bernie Ebbers, pada bulan April 2002, skandal lainnya mencuat. Diketahui Ebbers meminjam jutaan dollar AS dari perusahaan tersebut untuk menanggung kelebihan harga yang harus dibayarnya untuk saham-saham perusahaan itu sendiri. Dalam proses pengadilan selama 6 minggu itu, Jaksa menuding Ebbers pikirannya tergoda untuk menjaga saham Worldcom tetap tinggi dan menjadi panik oleh tudingan dia memperolah US$ 400 juta pinjaman pribadi yang dijamin dengan saham Worldcom.
Pada akhir tahun 2000 hingga pertengahan tahun 2002, pemerintah AS mengklaim Ebbers mengintimidasi CFO (chief financial officer) Scott Sullivan untuk menutupi pengeluaran yang tidak terkontrol yang mencapai miliaran dolar dan menyebutnya sebagai pendapatan yang tidak selayaknya. "Ia adalah WorldCom dan WorldCom adalah Ebbers. Ia membangun perusahaan itu. Ia melarikan diri, tentu ia yang harus bertanggung jawab atas kebocoran itu," ujar Jaksa William Johnson kepada juri. Namun pengacara Ebbers membantah bahwa kebocoran itu adalah tanggung jawab Sullivan. Sebelumnya Sullivan yang bertindak sebagai saksi dari pihak pemerintah mengatakan bahwa Ebbers menginstruksikan dirinya untuk mencatatkan jumlah ke dalam neraca hingga memenuhi ekspektasi Wall Street. Jaksa Agung AS Alberto Gonzales menyebut keputusan ini sebagai 'kemenangan bagi sistem hukum'. Gonzales mengatakan, juri telah mengenali bahwa kecurangan itu ditimbulkan dari manajemen tingkat menengah hingga eksekutif puncaknya. Selain itu Ebbers juga masih menghadapi proses pengadulan sipil termasuk tuntutan dari perusahaan yang telah menjamin US$ 400 juta pinjaman prbadinya setelah Bank of Amerika minta lebih banyak jaminan setelah harga saham WorldCom terus jatuh. Sementara itu 12 mantan direktur perusahaan termasuk satu bank investasi yang menjadi underwriter dan auditor Arthur Andersen juga akan menghadapi pengadilan sipil dari para investor yang marah. Pengadilan itu akan dijadwalkan akan berlangsung pada akhir bulan ini.
tanggapan singkat:
Memanipulasi laporan keuangan demi tujuan meningkatkan harga saham suatu perusahaan memang telah biasa dilakukan. Seperti yang kita tahu, laporan keuangan merupakan gambaran dari kondisi suatu perusahaan. Semakin baik suatu laporan keuangan menunjukkan kinerja perusahaan yang baik pula dan otomatis hal tersebut akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang memutarbalikkan fakta karena apabila mereka menceritakan keadaan keuangan perusahaan yang sedang buruk (rugi) maka tidak ada investor yang bersedia menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut. Seperti kasus Worldcom di atas di mana CEO perusahaan tersebut, Bernard Ebbers mengintimidasi CFO Scott Sullivan untuk me-window dressing laporan keuangan mereka agar kondisi keuangan perusahaan terlihat bagus. Antara lain dengan cara mengembungkan keuntungannya hingga US$ 3,9 milyar pada periode Januari 2001 dan Maret 2002. Pada tahun 2001 hingga awal 2002, WorldCom memasukan US$ 3,9 milyar dollar AS yang merupakan biaya operasi normal ke dalam pos investasi, menutupi pengeluaran yang tidak terkontrol yang mencapai miliaran dolar dan menyebutnya sebagai pendapatan yang tidak selayaknya serta jaminan perusahaan atas pinjaman pribadi Bernard Ebbers di Bank of America sebesar US$ 400 juta.
Dari segi etika profesi akuntan, apa yang telah dilakukan oleh para akuntan Worldcom jelas merupakan suatu tindakan salah. Seperti yang kita tahu, salah satu kewajiban akuntan adalah menghasilkan laporan keuangan yang jujur dan benar. Jujur dalam hal proses penyusunannya dan benar menyangkut isi (content) dari laporan keuangan tersebut. Tapi apa yang ditunjukkan oleh para akuntan Worldcom jelas menyalahi kewajiban itu. Meski di satu sisi para akuntan tersebut mendapat tekanan dari CEO perusahaan itu, Bernard Ebbers, agar menyusun laporan keuangan sesuai keinginan dan ambisi pribadinya, mereka seharusnya dapat menjaga agar diri mereka tidak keluar dari kode etik profesi mereka. Tetap menghasilkan laporan keuangan yang jujur dan benar karena produk mereka tersebut tidak hanya milik CEO saja, tetapi juga milik parqa stakeholders perusahaan tersebut, antara lain para investor, kreditor, karyawan dan management, serta dinas pajak.
1 komentar:
lanjutkan "kangen omah":D
Posting Komentar